Kopi dan Kesehatan Ginjal

Paper Tommerdahl dkk (2022) yang saat ini tengah dalam proses penerbitan di Kidney International Report (DOI 10.1016/j.ekir.2022.04.096) mengkaji kemungkinaan atau potensi manfaat dari konsumsi kopi dalam perlindingan terhadap penyakit ginjal. Konsumsi kopi secara teratur dinilai berkaitan dengan rendahnya kerusakan atau penyakit pada ginjal, seperti yang diteliti pada empat belas ribu sampel orang dewasa di Amerika Serikat oleh studi ARIC (Atherosclerosis in Communities).

Kopi mengandung beberapa senyawa yang memiliki kemungkinan mempengaruhi ginjal. Salah satunya tentu saja kafein, yang dapat berfungsi sebagai antagonis dalam reseptor adenosin; serta senyawa biokatif polifenol yang dapat berlaku sebagai antioksidan nabati. Kafein mempengaruhi hemodinamina ginjal dan natriuresis melalui beberapa faktor, termasuk dengan memberikan hambatan atas penyerapan kembali natrium yang dapat melepaskan air dan melarutkan zat-zat ekskresi. Senyawa bioaktif terbukti dapat memperbaiki kondisi yang diakibatkan oleh stress oksidatif dan inflamasi.

Namun keseluruhan data potensi di atas belum diuji untuk menyelidiki pengaruh misalnya pada diabetes jenis 1 (disebut T1D); padahal anak muda dengan T1D memiliki risiko tinggi untuk mengalami kerusakan ginjal.

Maka dilakukan penelitian berjudul Evaluasi Terapi Kopi untuk Perbaikan Oksigenasi Ginjal (kode NCT03878277). Penelitian dilakukan pada 10 anak muda 12-21 tahun dengan T1D, yang diuji dengan pemberian 325ml Starbucks Cold Brew setiap hari, dan diukur fungsi hemodinamika intra-gromelurus dengan RPF, GFR; dan diukur juga oksigenasi ginjal dengan MRI. Dihipotesiskan, konsumsi kopi harian ini dapat meningkatkan oksigenasi ginjal tanpa mengubah hasil di GFR dan RPF. Namun hasil uji dalam waktu singkat ini menunjukkan tidak ada perubahan signifikan pada seluruh parameter yang diukur. Selain waktu yang singkat, sampel juga terlalu kecil, sehingga tidak cukup menangkap hal-hal seperti keparahan penyakit, rentang usia, dan perilaku lain.

Covaré

Akhir tahun 2017, kami berada dalam persiapan sebuah kegiatan para BUMN di Paritohan, di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Suasana dingin berkabut, karena persiapan dimulai sejak dini hari. Namun tampak sebuah pemandangan indah di tengah kabut: PT PPI menyajikan kopi Toba. Di tengah kesegaran yang ditawarkan kopi panas Covaré itu, PPI memberikan kejutan dengan memberikan begitu saja kopi-kopi Toba Covaré kepada siapa pun yang mengaku pecinta kopi.

Lake Toba (Danau Toba), North Sumatra, Indonesia

Di tahun 2018, aku sempat beberapa kali bekerja sama dengan PPI, sebuah BUMN yang berfokus pada perdagangan umum dan khusus atas beraneka produk sejak dari hulu hingga hilir, baik lokal maupun lintas negara; bahkan beberapa kali berjumpa dengan Bapak Agus Andiyani, Dirut PPI yang sungguh visioner namun sangat rendah hati. Namun di awal 2019, kembali PPI teridentikkan dengan kopi.

Pada paruh pertama 2019 ini, para BUMN sedang mempersiapkan alat pembayaran bersama — LinkAja. LinkAja harus dapat digunakan di berbagai produk, layanan, event, dan situs BUMN. Termasuk di antaranya adalah rest area dan pom bensin di jalan tol. Kami tengah mempersiapkan soft launch sebuah rest area di KM 260 — sebuah kawasan bekas pabrik gula di Banjaratma, Brebes, bersama Direktur Pertamina Pak Mas’ud Khamid. Kawasan ini akan diujudkan sebagai kawasan wisata (transit-oriented development) yang memanfaatkan bekas instalasi pabrik gula. Hall besar di Banjaratma dimanfaatkan sebagai café, resto, dan penjualan produk nasional. Di tengah persiapan yang melelahkan, tampak café yang sangat rapi, dengan brand Covaré yang terkenal itu, dan masih buka di tengah malam. Sambil lelah, kami langsung menyerbu café itu, pesan brewed coffee Wamena, Gayo, dll. Setelah kesadaran agak pulih, kami baru sadar bahwa sang barrista di café itu tak lain dari Dirut PPI, Pak Agus Andiyani sendiri. Huwoooo.

Melayani curiosity kami, berceritalah Pak Agus. PPI memang mendapatkan tugas khusus dari Pemerintah RI untuk membina kawasan-kawasan rakyat yang potensial menghasilkan kopi bermutu sangat tinggi. Pembinaan diujudkan dengan menentukan kawasan pilot, memberikan pembinaan langsung kepada rakyat, memberikan bantuan benih dll, melakukan pendampingan dan menjaga keterjaminan mutu, hingga membeli kopi-kopi olahan rakyat itu, serta mengemasnya secara istimewa, dan mendistribusikannya ke seluruh dunia. Kawasan pembinaan lengkap dari Aceh hingga Papua.

Semakin istimewa rasanya kopi Covare ini.

Note: Covaré dapat diperoleh di Padi UMKM –> https://padiumkm.id/idfood

Kopi Hwie

Konon, kenyamanan menikmati kopi tidak selalu ditentukan oleh kualitas; tetapi juga oleh kebiasaan. Seorang rekan yakin bahwa kopi yang benar-benar kopi hanyalah Kapal Api. Dengan definisi semacam ini, buat aku yang tumbuh di kota Malang, rasa kopi standar adalah Kopi Hwie.

Di Pasar Klojen yang terletak di tengah kota Malang, terdapat toko Sido Mulia. Selain menjual kebutuhan rumah tangga, toko ini juga menjual kopi dengan merk Sido Mulia. Sido Mulia dikenal sebagai kopi yang memiliki rasa yang pekat dan aroma yang sangat khas, baik aroma kopi yang memenuhi toko maupun aroma kopi saat dijerang di rumah.

Perusahaan dan Toko Sido Mulia ini telah berdiri di Malang sejak tahun 1953. Pendirinya adalah Tjeng Eng Hwie. Banyak yang menyebut tokonya sebagai Toko Hwie, dan kopinya sebagai Kopi Hwie. Waktu masih tinggal di Malang, aku belum pernah baca ejaannya, dan cuma bisa menebak-nebak: Oei, Oey, atau Wie, hahaha. Kebijakan naturalisasi Pemerintah Indoenesia di awal 1960-an memaksa toko ini diubah namanya menjadi Sido Mulia, dan nama pemiliknya menjadi Witjaksono Tjandra. Saat ini, toko ini dikelola oleh generasi kedua, dipimpin Sonny Tjandra, dengan menjaga gaya tradisionalnya dalam pengolahan dan penjualan kopi.

Sido Mulia melakukan pemanggangan dan penggilingan kopi dengan standar mereka sendiri. Kemudian bubuk kopi dimasukkan ke dalam tong kedap udara. Rasanya dulu Sido Mulia hanya menjual kopi robusta. Biji kopi diperoleh dari perkebunan di daerah Dampit. Orang Malang pasti tahu daerah ini :). Namun kini mereka memproduksi juga kopi arabika yang diambil dari daerah sekitar Jember.

Tentu, sebagai kopi tradisional, Kopi Hwie lebih sedap dibrew. Dia ditargetkan untuk jadi kopi tubruk. Kalau dijadikan espresso, pahitnya terlalu kuat. Bisa dinetralkan dengan sedikit gula merah tapi.

Lain hari, kalau sempat berkunjung ke Malang, jangan cuma bawa apel dan tempe. Bawa juga Kopi Hwie yang pernah legendaris ini :).

Peringkat Profesi Peminum Kopi

IO9 [URL] menampilkan survei yang diselenggarakan pada tahun 2011 oleh Dunkin Donuts dan CareerBuilder. Survei dilakukan pada 4.700 pekerja Amerika, dan hasilnya adalah daftar profesi yang membutuhkan kopi lebih dari yang lain.

Kesimpulan survei adalah bahwa ilmuwan dan teknisi laboratorium merupakan peminum kopi terberat di negara itu. Tentu ini tak mengejutkan. Sains adalah pekerjaan 24 jam. Riset dilakukan pada jadwal yang berbeda dengan irama manusia normal. Apalagi jika perkerjaan ini ditambah dengan urusan menulis paper hasil riset, mempersiapkan conference, mereview paper sejawat, hingga mengajukan proposal pendanaan riset. Alhasil, para ilmuwan sering harus bekerja larut malam dan pada akhir pekan.

Peringkat lengkap profesi peminum kopi menurut survei ini:

  1. Ilmuwan dan teknisi lab
  2. Profesional marketing dan PR
  3. Pengelola bidang pendidikan
  4. Penulis dan editor
  5. Pengelola bidang kesehatan
  6. Dokter
  7. Penyedia makanan
  8. Profesor
  9. Pekerja sosial
  10. Profesional bidang keuangan
  11. Personal caretaker
  12. Koordinator pengelolaan sumber daya manusia
  13. Perawat
  14. Profesional bidang pemerintahan
  15. Pekerja trading terlatih

Mahasiswa dan pelajar, dikau-dikau belum digolongkan sebagai profesional, jadi belum masuk ke survei ini.

Penurunan Depresi Para Wanita

Riset mengenai kaitan antara kopi dan kesehatan selalu kontroversial, dan harus disimak secara lebih hati-hati, sambil terus mencermati riset-riset lain, sambil berharap seluruh riset itu bersifat konklusif dan bukan anekdotal. Yang di bawah ini salah satunya.

Sebuah artikel di Lifehacker [URL] menyampaikan riset yang menyimpulkan bahwa kopi memiliki efek kuat kesehatan mental: dua atau lebih cangkir per hari dikaitkan dengan penurunan risiko depresi. Jurnal “The Nurses ‘Health Study” mengevaluasi lebih dari 50.000 wanita di Amerika Serikat melalui kuesioner dari tahun 1980 hingga 2004, dan mengidentifikasi kasus depresi dalam periode 10-tahun. Perempuan yang minum dua atau tiga cangkir kopi sehari cenderung memiliki risiko depresi 15% lebih lebih kecil, dibandingkan dengan mereka yang minum satu atau lebih cangkir kopi seminggu, dan mereka yang minum empat atau lebih cangkir sehari memiliki penurunan risiko hingga 20%.

Namun patut diperhatikan bahwa riset ini hanya menunjukkan adanya keterkaitan, dan bukan memastikan adanya sebab-akibat. Artinya, belum ada yang benar-benar menyarankan para wanita untuk mulai minum kopi demi mengurangi depresi.

Kopi di Obsat

Banyak hal2 menarik yang sedang tak sempat dilakukan. Blogging, misalnya; atau mengambil gambar atau mereview buku untuk blog; atau meluangkan waktu berbincang dengan sesama blogger :). Namun, sambil tetap diapit oleh hari2 dengan kesibukan yang menarik, aku meluangkan sebuah Rabu malam untuk kembali hadir di Langsat. Langsat sudah agak berubah. Sebuah rumah di jalan yang sama disewa khusus untuk tempat kopdar (yang disini dinamai OBSAT: Obrolan Langsat), sementara rumah yang lama dikhususkan untuk kantor :). Namun aktivisnya tak banyak berbeda :). Dan aku hadir malam itu, selain agar tampak seolah sopan pada senior, juga karena temanya: kopi :).

Peserta hadir sekitar 20-30 orang. Speakernya Toni Wahid (Cikopi), Adi WT (Secangkir Kopi), Mirza Lukman (Starbucks), Hendri Kurniawan (Espresso 1st). Mungkin masih ada lagi :). Model perbincangan di OBSAT agak unik. Para speaker ada di depan bersama-sama, dan sharing bergantian dengan cara yang agak acak. Judulnya memang obrolan sih, haha. Tapi tetap pakai presentasi Powerpoint :). Dan jadi cukup sulit merunut balik catatan aku untuk mengingat siapa bercerita apa :). Kadang2 satu cerita diceritakan beramai2 juga sih. Kan obrolan.

Berikut beberapa catatan yang sama acaknya:

  1. Beberapa teknik membuat kopi di rumah
    • Coffee Syfon. Ini favorit Toni W. Ia menggunakan perangkat bermerk Hario dari Jepang. Berbentuk dua tabung cembung yang diikat di bagian tengah. Bubuk kopi diletakkan di atas, dan air di bawah. Air dipanaskan dengan pembakar kecil. Air yang panas menekan ke atas. Panas dan tekanan mengekstraksi kopi.
    • Moka Pot. Ini favorit aku sih sebenernya, dan pernah dibahas di blog ini. Tapi sejak pindah ke Jakarta, aku agak malah mengakses kompor dan burner, jadi moka pot ini tak sering lagi digunakan.
    • French Press. Ini favorit Starbucks (untuk brewing), dan tak heran kita sering ditawari benda ini di Starbucks. Pernah dibahas di blog ini juga, benda semacam ini menemaniku setiap pagi untuk menyiapkan kopi pagi.
    • Vietnam drip. Baca di sini kalau berminat :).
    • Kopi tubruk.
    • Espresso machine. Tapi yang ini tentu amat serius. Dan mahal, haha.
  2. Espresso
    • Di Italia, kopi adalah espresso. Di café, kopi ini dibuat dan langsung diminum sambil berdiri. Kalau duduk harus bayar lagi :).
    • Orang Amerika tak tahan pahitnya espresso. Jadi mereka mengencerkannya dengan air. Dan namanya jadi Americano.
    • Kopi espresso terbaik di seluruh dunia umumnya mengandung kopi robusta Indonesia, untuk memberi nuansa rasa pahit yang khas.
    • Banyak yang mengira epsresso memiliki kadar kafein paling tinggi. Padahal kafein dilepas terus menerus selama penjerangan. Jadi kemungkinan justru kopi tubruklah yang memiliki kadar kafein tertinggi.
  3. Kopi di Beberapa Negara
    • Di Vietnam, kopi dibuat dengan Vietnam drip. Lalu dicampur dengan susu kental manis :).
    • Di India, terutama bagian Utara, orang jarang minum kopi. Juga café agak sulit dicari. Umumnya orang lebih suka masala chai (????? ???) daripada kopi.
    • Di Italia, orang tak meminum cappucino di sekitar waktu makan.
  4. Kopi Indonesia
    • Beberapa narasumber sepakat: Kopi Gayo adalah kopi terbaik
    • Yang juga patut dicoba adalah kopi-kopi Papua: Wamena, Nabire
    • Untuk kopi robusta, konon yang paling schedap berasal dari Temanggung
    • Namun sebenarnya tidak ada standar rasa kopi terbaik. Rasa kopi itu sungguh subyektif
    • Seluruh narasumber sepakat: kopi luwak rasanya tidak istimewa. Ia terkenal karena promosi, menggunakan seleb, masuk ke Oprah, dan berkesan unik (faeces gitu loh). Banyak rasanya biasa. Banyak sekali kopi yang lebih enak
    • Di Banyuwangi ada Kopi Nangka dari kopi terfermentasi yang konon rasanya minta ampun.
  5. Pengolahan kopi
    • Biji kopi dapat disimpan hingga beberapa tahun, dan dikategorikan rasanya berdasar umur. Ini cuma soal rasa, bukan kualitas.
    • Roaster menentukan mutu kopi yang terolah. Juga roaster lah yang paling memahami hasil kerja petani kopi.
    • Barrista / brewer bertugas mengejawantahkan (sic) hasil kerja roaster. Roaster sebaiknya ex barrista/brewer.
    • Setelah kopi disangrai/dipanggang, dia akan mengeluarkan CO2 beberapa hari. Jangan dulu diolah. Untuk kopi blended, sebaiknya ditunggu sekitar 7 hari.
    • Setelah digiling, kopi harus segera diminum. Best: digiling dan langsung diminum. Ini karena minyak esensial kopi mudah menguap.

Sambil berbincang, kami juga disuguhi kopi oleh Bel Canto. Surprise: kopi ini dibuat di Malang! Aku pikir tadinya Malang cuman punya Sido Mulia, haha. Bel Canto ini menyediakan kopi-kopi arabika Indonesia berkualitas tinggi: Java, Gayo, Wamena, dll. Bel Canto berbaik hati untuk memberiku sebungkus kopi Gayo untuk dicoba di rumah. Pas kopi Gayo di rumah baru habis. Thank you :).

Pulang … mendadak hujan amat deras mengguyur Jakarta :D

Oh ya, foto di atas diambil dari CIKOPI.COM. Aku lagi nggak bisa bikin foto-foto yang bagus :).

Caswell's Java

Tapi memang seharusnya ada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah lainnya yang bisa menahan sekian persen produk Indonesia terbaik agar tetap dapat dipasarkan di Indonesia. Teh dan kopi misalnya :). Dengan lelang dan kontrak jangka panjang, teh dan kopi terbaik hampir seluruhnya diekspor. Dan untuk memperolehnya kembali, kita harus melakukan reimport, dalam jumlah yang tentu jauh lebih kecil. Harganya jadi menarik, karena sudah terbebani sekian kali tarif dan bea ekspor dan impor di setidaknya dua negara :). Biarpun tidak secara khusus, Starbucks melakukan reimpor kopi-kopi Indonesia, agar pengunjung asing dapat memperoleh suasana Indonesia dengan kopi Indonesia di Starbucks Indonesia. Importir lain yang cukup menarik adalah Caswell’s.

Cabang Caswell’s Café pertama di Indonesia dibuka di Kemang tahun 2000. Di sini, didapati bahwa banyak pengunjung yang menginginkan kopi Indonesia, yang tentu dipilih dari kualitas terbaik. Henry Harmon, pemilik Caswell’s, memutuskan memenuhi permintaan itu. Ia mengikuti pelatihan2 untuk menyiapkan kopi berkualitas tinggu, lalu mengimpor pemanggang kopi Diedrich Roaster dari US. Barulah ia melakukan reimpor kopi-kopi Java dari Seattle.

Aku sendiri bukan penganut gaya hidup Kemang :). Jadi malah belum berminat datang ke café itu. Sua pertama dengan kopi Caswell’s justru terjadi di Urban Kitchen Pacific Place, tempat Caswell’s sempat menempatkan café kecil. Di sana dijual juga biji2 kopi yang ditempatkan di stoples kaca. Ada Java Mocha, ada Java Jampit, dll. Pada Abang Barista, aku tanya bedanya, dan sambil senyum malu, di mengakui bahwa dia nggak tahu bedanya. Aku harus coba dua2nya. Haha. Mungkin aku yang harus cerita ke Abang Barista bahwa Jampit adalah nama salah satu perkebunan di Gunung Ijen yang menghasilkan Java Arabica. Jadi nama itu mengimplikasikan kopi arabica yang 100% berasal dari Jampit. Homogen. Sedangkan Java Mocha, mungkin hasil blend.

Di sebelah East Mall Grand Indonesia ada Ranch Market baru. Di sana aku bersua Caswell’s lagi. Kali ini sudah dalam kemasan kedap udara yang rapi, berwarna hitam, dengan label stiker yang berisi jenis kopi, lengkap dengan penjelasannya. Java Mocha ternyata adalah blend dari Java dengan sedikit tambahan dari Abyssinia (tempat kopi mocha yang asli berasal). Aku ambil dua bungkus kemasan seperempat kilo, satu Java Jampit dan satu Java Mocha.

Si Java Mocha menemaniku sahur dari hari pertama Ramadhan tahun ini. Digiling 13,7 detik dengan grinder kecilku, terus disedu dalam cafetière selama 5 menit. Perfect taste. Memang soal rasa itu subyektif, jadi aku juga nggak banyak bahas di blog ini :). Tapi ini terasa pas sekali untuk menutup sahur, sekaligus mencatu darah dengan kafein sepanjang hari-hari Ramadhan.

Carpuccino: Mobil Berbahan Bakar Ampas Kopi

IET, Institution of Engineering and Technology, adalah asosiasi insinyur internasional yang berpusat di Inggris. Minggu ini di web IET mendadak ada berita menarik tentang mobil berbahan bakar kopi. Mobil ini adalah VW Scirocco tahun 1988 yang dibeli di eBay seharga £400, kemudian dimodifikasi sehingga ia tak memerlukan bahan bakar lain, selain ampas kopi. Ampas kopi! Penciptanya adalah Jem Stansfield, seorang presenter dari BBC. Ia merakit pembakar yang memanggang ampas kopi sehingga menghasilkan uap yang mudah terbakar, lalu memproses uap itu menjadi energi.

Mobil ini mampu menempuh perjalanan dari London ke Manchester, dengan bahan bakar ampas kopi dari 11.000 takar espresso.Mobil dibawa dari BBC TV Centre di London, melalui Birmingham, Coventry (tentu saja!), dan Crewe, dan berakhir di Bing Bang Science Fair di Manchester. Perjalanan memakan waktu 17 jam, karena sempat ada hambatan.

Mobil ini tentu masih jauh dari sempurna. Harus berhenti setiap 60-70 mil untuk memastikan penyaring bersih. Juga suhu harus terus menerus diamati, dan perlu didinginkan saat suhu terlalu tinggi. Tapi kecepatan bisa mencapai sekitar 100 km/jam (55 – 70 mph di artikel aslinya). Tak buruk untuk energi dari limbah!

Penelitian memang mengungkapkan bahwa bubuk kopi memiliki kandungan energi yang lebih tinggi dan menghasilkan lebih sedikit abu ketika dibakar, dibandingkan dengan limbah kertas, daun atau kayu. Dengan dana yang terbatas dari BBC – yang berjumlah hanya £ 700 – Stansfield dkk membangun mobil yang dinamai Carpuccino itu di rumahnya di Brighton.

Jangan-Jangan, Kopi Baik Buat Jantung

Peringatan: Artikel ini tidak menggantikan, menambahi, dan tak tak dapat dibandingkan dengan nasehat dan konsultasi dokter.

Aku mendadak terantuk ke tulisan lama (17 Juni 2008) di Boing-Boing. Konon waktu itu ada sebuah penelitian justru menunjukkan bahwa peminum kopi justu lebih rendah kemungkinannya meninggal karena penyakit-penyakit seperti serangan jantung, stroke, dan aritmia. Hmmm, apakah ini kausalitas? Dan kalau ya, ke arah mana? Haha.

Edidemiologists dari Universitas Madrid telah menganalisis data dari lebih dari 120.000 pria dan wanita. Menurut penelitian mereka, perempuan yang minum empat atau lima cangkir kopi dalam sehari mengalami kemungkinan 34 persen lebih kecil untuk mati akibat penyakit jantung. Pria yang minum lebih dari lima cangkir sehari itu 44 persen lebih kecil kemungkinannya untuk ditaklukkan penyakit jantung. Namun, ada terlalu banyak variabel dan anasir tak diketahui dalam penelitian ini, sehingga belum dirasa patut untuk dijadikan rekomendasi pengobatan.

Sang peneliti, Esther Lopez-Garcia, berspekulasi bahwa senyawa anti-inflamasi yang ditemukan dalam kopi mungkin berpengaruh atas manfaat kesehatan ini. Walaupun tingkat kafein yang tinggi dapat meningkatkan kemungkinan menderita serangan jantung dengan meningkatkan tekanan darah, katanya, namun … “hipotesis kami adalah bahwa kafein memiliki efek jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang, aspek lain dari kopi adalah lebih kuat.”

Patut diperhatikan bahwa banyak penelitian lain yang justru menunjukkan hasil yang sebaliknya. Pada tahun 2007, Epidemiolog Francesco Sofi dari Universitas Florence menganalisis lebih dari 20 penelitian yang berkaitan dengan kopi dan kesehatan, dan menemukan hanya sedikit kesepakatan. Mungkin ini juga terkait dengan genetika. Pada tahun 2006, sebuah tim peneliti Kanada menemukan bahwa orang dengan mutasi pada gen yang berkait dalam metabolma kafein memiliki tingkat serangan jantung yang lebih tinggi dibandingkan orang tanpa mutasi.

Kopi Menurunkan Fibrosis Hati?

Peringatan: Artikel ini tidak menggantikan, menambahi, dan tak tak dapat dibandingkan dengan nasehat dan konsultasi dokter.

Sebuah berita dari UPI yang diretweet oleh Pak Nukman menyampaikan kesimpulan dari para peneliti, bahwa pasien penyakit hati (liver) — yang diakibatkan virus hepatitis C kronis — yang mengkonsumsi sekitar 2 cangkir kopi berkafein setiap hari akan mengalami penurunan tingkat fibrosis hati. Peneliti utama Dr Apurva Modi dkk dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases menemukan bahwa untuk pasien dengan virus hepatitis C kronis, sumber-sumber kafein lain tidak memiliki efek terapi yang sama.

Fibrosis hati, atau jaringan parut pada hati, adalah tahap kedua dari penyakit hati, yang dicirikan oleh kerusakan fungsi hati akibat akumulasi jaringan ikat.

Dari Januari 2006 hingga November 2008, semua pasien dievaluasi di Cabang Penyakit Hati di Institut Kesehatan Nasional. Mereka diminta mengisi kuesioner untuk menentukan konsumsi kafein. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan: minuman biasa atau diet; kopi biasa atau kopi tanpa kafein; teh hitam, hijau, atau herbal; dan pertanyaan2 lain yang berkait dengan konsumsi kafein. Hasilnya adalah kesimpulan bahwa efek yang menguntungkan ini memerlukan konsumsi kafein di atas ambang batas sekitar 2 cangkir kopi atau setara setiap hari. Kesimpulan lain adalah bahwa konsumsi soda, teh hitam, teh hijau atau bahan lain yang mengandung kafein tidak berhubungan dengan pengurangan fibrosis hati. Penelitian ini lalu diterbitkan dalam jurnal Hepatology.

Page 2 of 4

Powered by WordPress & Theme by Anders Norén